A (not-so) brief intro to the Author, and how he got into MIT(?)

Language: Bahasa Indonesia and English

"Tak kenal maka tak sayang"

Seperti kata peribahasa tersebut, sepertinya akan jauh lebih baik jika aku memulai blog ku dengan memperkenalkan diriku.


Hai semuanya, namaku Valentino Sudaryo, biasa dipanggil 'Valen' atau 'Val' atau 'Len' atau 'Akiet' (nama panggilan Chinese), tapi jangan sekalipun memanggil aku dengan 'Tino' (sebenarnya tidak apa-apa sih, cuman aku tidak bakal nge-respon saja). Aku lahir dan dibesarkan di salah satu kota terpanas di Indonesia, yaitu Pontianak, ibukota Kalimantan Barat. Bagiku Pontianak merupakan salah satu kota terbaik di Indonesia untuk bidang kuliner. Tak jarang orang datang ke sini untuk mencicipi berbagai macam makanan yang tersedia, seperti bakmie kepiting. Selain kuliner, Pontianak juga ramai dikunjungi turis baik dalam maupun luar negeri setiap hari raya Imlek ataupun Cheng Beng (sembahyang kubur orang Tiong Hoa). In case you missed the clue (hint: look back to my name), I, myself, am a Chinese descendant. Being a Chinese in Indonesia obviously has its challenges (no need for me to elaborate it here), but I do feel blessed being a Chinese here celebrating Lunar New Year (Another hint: Angpao), enjoying delicious cuisine, life teachings and many more intangibles which cannot be described by words.  But of course, I am very proud to say that I am an Indonesian at heart (which becomes more evident to me after being in the United States for more than 5 months, trying to promote Indonesia to my international peers). I truly enjoyed whatever experiences (and food! Oh God, do I miss the food so much....) I had (and will have) in Indonesia, and how it developed me into a person I am today. Indonesia, will and always be a place I can call a home.


Back to the story, aku sekarang sedang melanjutkan studi jenjang S1 di Massachusetts Institute of Technology (MIT), universitas nomor 1 di dunia menurut QS World Ranking*


....

....

Kaget?

Kok bisa?**


Karena latar belakang ku (sebagai "anak daerah" dari luar pulau Jawa), banyak orang tidak percaya bahwa aku sekarang sedang kuliah di salah satu, jika bukan yang terbaik, universitas di dunia. Tentu, aku tidak menyalahkan mereka. Bagaimana tidak? Aku sendiri bukan orang dari keluarga yang berada atau kaya. Aku tidak bersekolah di SD, SMP ataupun SMA unggulan di Indonesia (I actually spent my whole 12 years of school in Pontianak). Jadi, apa yang membuat aku dapat berhasil tembus seleksi yang sungguh kompetitif (Stats: MIT hanya menerima sekitar 2-3% murid internasional tiap tahun nya untuk jenjang S1) tersebut hingga dapat keterima di MIT?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sepertinya aku harus menceritakan sedikit lebih banyak tentang masa studi ku dari SD hingga SMA. Walaupun bukan berasal dari keluarga yang berkecimpung di dunia akademis, keluarga ku sendiri menilai pendidikan sebagai hal yang sangat penting. Hal tersebut ditanamkan pada diriku dan juga saudara-saudara ku sejak dini.  When I was a child, I was always told the story of how my grandparents worked, and worked, and worked so hard to provide for their beloved ones. To how my grandfather, unlike any other parents at the time, prioritized education over money, that he would take loans and drudge all day all night so that my father and his siblings could get the education they deserved. And also the many struggles they had to overcome, and how family and education were always (and still) number one. Mungkin bagi kebanyakan anak usia 6-8 tahun, cerita-cerita tersebut dianggap hal sepele, tapi bagiku, it was my origin story. It changed my life. Aku menjadi seorang sosok yang ambisius, haus akan prestasi (though later in life, I found out that scores and rankings are not everything in life). Singkat padat cerita, hal-hal tersebut mendorong aku untuk mencoba mengikuti seleksi Olimpiade pertama aku saat berusia 10 tahun, yaitu International Mathematics and Science Olympiad (IMSO), suatu Olimpiade Sains internasional jenjang SD. Berbekal kerja keras (dan hoki), aku berhasil menjuarai perlombaan tersebut dan membawa Indonesia, yang pada saat itu adalah tuan rumah, menjadi juara umum di antara 10 negara pada tahun 2008 (I still remember vividly, to this day, the raw emotion, tears of joy and feeling of gratitude I had earning my first gold). 

Winning IMSO gave me the confident boost, and the opportunity I need to compete at a higher level. Walaupun aku tidak bersekolah di sekolah terbaik di Indonesia atau hanya merupakan "anak daerah", aku ingin membuktikan kepada semua orang bahwa niat, kerja keras serta doa dapat membawa kamu menaklukkan dunia, regardless of your background. Of course, along the way, being not (the most) intellectually gifted person and all, I also received my fair share of losing. Tetapi kegagalan-kegagalan tersebut mengajarkan aku banyak hal, dan membuat aku lebih semangat untuk berprestasi, hingga akhirnya dapat mengharumkan nama Indonesia tercinta di International Biology Olympiad 2014, sebuah ajang kompetisi biologi tingkat SMA paling bergengsi di dunia.



Looking back, if it was all a smooth sailing, I don't think I would have been gotten into MIT in the first place (mainly because MIT looks for people who can deal with their failures). So yeah, these achievements, together with my family, cultural and social background, is what got me into MIT. And I would not change a thing about it :). 


* Not to brag or anything, but I had to clarify this since a lot of Indonesians don't know or have even heard of MIT


** Actually, I wouldn't be surprised if you're not shocked form hearing this, especially if you have read my previous post before or know me personally. But for the sake of the story, just bear with me and pretend to be surprised now!




  


Comments

  1. hebat... saya sebagai orang indonesia bangga, Val menambah deretan orang indonesia yang sangat sedikit jumlahnya menimba ilmu di MIT kususnya, USA umumnya. mudah2an ilmu yang didapat menjadi sumbangan bagi keluarga, masyarakat, indonesia, dan bagi kemanusiaan, serta membuat bumi ini menjadi tempat yang lebih baik. tetap semangat dan berjuang Val, God Bless

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha ini telat banget balasnya, but thank you very much for the kind words!

      Delete

Post a Comment